Rabu, 29 Juli 2009

pergi saja

aku rasa tiada
semangat itu hilang pula
tak tahu siapa mencurinya

ingin sekali aku lari saja
terus berlari…
tanpa tujuan pasti
hanya melarikan diri…

sungguh ku ingin pergi
toh, tak ada yang berarti
untuk ku singgahi
tiada makna lagi

23052007

15 januari 2008

mereka bilang jangan berharap
mereka bilang jangan aneh-aneh
mereka bilang itu mustahil
mereka juga bilang itu tak mungkin

namun adakah mereka mengerti
aku sadari semua itu
aku tahu semua itu
aku mengerti

ijinkan hatiku bicara
ijinkan egoku berucap
tak harus didengar
tak harus dipahami

kuhanya ingin seorang kakak
saat kubutuh dipeluk tanpa hasrat
saat kubutuh dimarahi tanpa emosi
saat kubutuh didengar tanpa kata

16.00
at the office

catatan lama

Aku suka padamu
Suka sekali…
Aku suka senyummu
Manis sekali…
Aku juga suka tawamu

Kau usil padaku
Kadang jahil padaku
Sering gemes padaku
Ingin marah padaku
Aku hanya tertawa

Kurasa aku sayang padamu
Sayang sekali…
Kurasa kita cocok
Cocok sekali…
Tuk jadi teman baik

01052007

Senin, 27 Juli 2009

Mengapa sulit sekali menuliskan perjalanan kita, Sayang?
Tidak muncul satu kata pun untuk kutorehkan dalam kanvas ini.
Adakah kau tahu alasannya?
Ayolah, beri tahu aku!

Apakah perjalanan itu terlalu panjang?
Sampai-sampai otakku tak mampu memutar ulang langkah kita.
Sayang, adakah kau tahu mengapa?
Jangan hanya diam di sudut jalan!

Mengapa tidak mudah mencari serpihan satu bait saja?
Apakah kau sudah menemukannya?
Aku melihatmu melangkah sedikit jauh.
Mungkinkah kau berhasil merangkainya?

Ah, lelahnya … mencari tanpamu.
Mengapa kau malah tersenyum sambil merentangkan tangan?
Ah, Sayang, ini bukan waktunya berdansa.
Jangan menggodaku seperti itu!

Sayang, maafkan aku ya.
Tiada puisi atau kisah yang kutulis tentangmu.
Mengapa kau tetap tersenyum dan mendekat?
Adakah aku melupakan sesuatu?

Ah, terima kasih sudah mengingatkanku, Sayang.
Senyum dan pelukanmu ini adalah bingkai terindah.
Ternyata cukup kita nyanyikan saja perjalanan ini.
Langkah kan selalu mengikuti.

13.17 280709

Sekocak-kocaknya penulis, mungkin lebih kocak tulisannya

NVO, NVO, dan NVO .... Weleh, apaan tuh ya? Ternyata Negeri van Oranje. Weits, kisah 5 mahasiswa yang kuliah di Belanda? Ah, biasa saja tuh. Eh, tapi tunggu dulu! Novel ini ditulis 4 penulis! Walah, rasa penasaran lalu muncul. Dari mana mereka dapat ide untuk menulis sebuah novel dengan satu alur cerita? Bagaimana menyatukan ide-ide yang pasti berbeda itu? (Catatan, salah satu penulisnya cewek!) Satu lagi, apa para penulisnya juga sekocak tulisan mereka?
Membaca cerita NVO (mulai dari tulisan asli sampai jadi) memang tidak membosankan. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, saya membaca cerita yang sama … bagian yang sama, berulang-ulang. Namun, masih juga saya terkekek-kekek membaca dan membayangkan adegannya. Yup, saya memang terhanyut ceritanya sampai bisa membayangkan tiap adegan dan para tokohnya. Nah, sampai akhirnya muncul pertanyaan tadi: sekocak apa penulisnya? Karena ada seorang penulis mengatakan bahwa tulisan kocak sering dihasilkan oleh penulis yang pembawaannya terlalu serius.
Namun ... kedatangan AAGABAN eh penulis NVO membuyarkan paradigma itu. Mas Wahyu dan Mas Adept ternyata memang kocak. Hehe, lihat saja penampilan mereka. Duh, kedatangan keduanya dengan seragam oranye ngejreng menarik pengunjung Gramedia di Ambarukmo Plaza (21/5). Acara temu penulis pun menjadi ramai dan penuh tawa. Cerita Mas Wahyu ditimpali celetukan jahil Mas Adept benar-benar menghidupkan cerita NVO. Ah, mereka memang penulis kocak!
Penasaran pun bertambah satu, kapan novel ini dibuat filmnya, ya?

Kamis, 23 Juli 2009

HEY

Hey, woman!
Stop being foolish!
You know the truth.
You are stronger than you think.

Come on, wake up!
Don’t be afraid to face the sun.
Your eyes are brighter than ever.
The earth is getting shimmer

23:30
280309

Rabu, 22 Juli 2009

ulang tahun ke-11 detikcom

Email? Wah, aku baru mengenalnya saat kuliah. Sebelumnya tidak begitu peduli dengan namanya email karena internet dulu hanya untuk mencari info yang berhubungan dengan mata kuliah. Namun, setelah sahabat dan teman-teman bertukar alamat email dan bercerita asyiknya saling berkirim email, aku menjadi penasaran. Belum ada keberanian untuk membuat email sendiri karena masih ‘gaptek’ alias gagap teknologi.
Akhirnya, aku berhasil juga membujuk seorang teman yang sedang tidak kuliah untuk membantuku membuat email dengan fasilitas internet di kampus. Deg-degan rasanya. Ah, seperti mau bertemu orang penting saja. Lucunya, aku tidak mau menggunakan komputernya sehingga temanku itu yang mengoperasikan fasilitas internet sementara aku di sampingnya sambil mengingat tiap langkah yang dilakukannya. Cukup lama juga aku berpikir untuk nama email pertamaku. Mulai dari nama panggilan hingga zodiak, ternyata sudah ada yang memakai. Akhirnya, kupilih nama yang cukup panjang. Setelah jadi, tak lupa aku mencatat nama dan kata sandinya.
Aduh, ternyata perasaan grogiku tidak hilang-hilang. Jadilah email kutengok hanya beberapa kali dalam setahun! Sekarang email itu pun sudah hangus karena dahulu ada syarat email harus dibuka paling tidak sekali dalam enam bulan atau akan hangus.
Sekarang aku sudah memiliki email baru dengan nama cukup pendek dan mudah diingat. Aku pun cukup rutin menengoknya untuk mengecek email masuk, siapa tahu ada kabar dari teman jauh atau info pekerjaan. Ternyata banyak manfaatnya.
Setelah itu, muncul eforia baru tentang blog. Saat itu memang belum begitu popular, tetapi (lagi-lagi) sahabatku menulariku virus mengeblog. Awalnya dia memintaku selalu membaca blognya jika aku sedang ke warnet. Lama kelamaan aku gatal ingin membuat blog juga. Ingin rasanya mem-posting tulisan-tulisan yang selama ini hanya menumpuk di kertas-kertas yang rawan hilang. Pengalaman membuat blog pertama kali sama anehnya dengan saat membuat email dulu. Namun, saat ini aku tidak bersama teman. Aku dipandu sahabatku melalui sms! Hehehe.
Kali pertama dan kedua masih gagal. Usut punya usut, ternyata sahabatku menggunakan tampilan Bahasa Indonesia, sedangkan aku dengan Bahasa Inggris. Ya ampun, pantas saja sempat tidak nyambung. Nah, setelah berhasil membuat blog, aku tidak langsung mem-posting tulisan sehingga sahabatku sempat protes karena tidak menemukan apa pun saat membuka blogku. Hehehe. Aneh memang.
Kemudian, saat sedang bersemangat untuk mem-posting tulisan, aku malah gagal melakukannya. Aku tidak bisa sign in ke blogku sendiri! Oh tidak, mungkinkah aku salah menuliskan alamat blog atau lupa kata sandinya? Yah, akhirnya aku harus menghubungi sahabatku tadi. Ternyata aku salah menulis alamat blognya. Wah, bagaimana mungkin aku bisa lupa! Aduh, ke-gaptek-anku belum berakhir. Setelah berhasil mengetahui alamat yang benar, giliran kata sandi yang salah kumasukkan. Aduh, aduh, malunya.
Setelah beberapa kali bolak-balik ke warnet dan mencoba, akhirnya aku bisa juga masuk ke blogku. Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan! Aku langsung mem-posting beberapa tulisan lama. Wah, terlalu bersemangat ya? ;p
Kini aku sudah tidak malas buka email atau blog lagi. Namun, aku memang lebih sering menggunakan fasilitas chatting yang kukenal setelah aku bekerja. Hehehe. Apalagi sekarang, hampir semua pengguna internet sedang terserang virus layanan jejaring sosial. Fasilitas ini menghubungkan kita dengan banyak orang tanpa batasan tempat. Aku pun salah seorang di antaranya. Pertama kali memang masih canggung dan seperti yang sudah-sudah, sering lupa kata sandi.
Akan tetapi, ternyata aku bisa menemukan banyak manfaat positif sehingga tidak segan untuk belajar fasilitas baru yang ditawarkan. Manfaat yang paling terasa tentu saja berhubungan dengan pekerjaanku sebagai pekerja lepas. Komunikasi dengan pemberi lahan kerja bisa lebih lancar melalui chatting. Relasi kerja pun bertambah luas dengan mengikuti jejaring sosial. Ternyata dengan online, aku bisa menambah wawasan dan relasi!

Senin, 20 Juli 2009

Tentang Tom

Sebagian besar orang ikut kursus memasak biasanya karena ingin menjadi koki andal atau mungkin sekadar ingin pandai memasak. Namun, tidak demikian halnya dengan Tom. Yap, dia teman yang baru saja kukenal.
Ah, bagi Tom, Charlie adalah sang koki andal, baik di restoran maupun dalam kehidupannya. Charlie yang suka bawang, Charlie yang selalu penasaran dengan asal usul makanan di hadapannya …. Banyak yang bisa Tom ceritakan tentang Charlie, istri yang telah pergi setahun lalu karena kanker. Yah, karena Charlie, Tom bersemangat memasak, tetapi karena Charlie pula, Tom enggan menyentuh lagi dapur mereka.
Aku hampir menangis ketika mengetahui perjalanan cinta Tom dan Charlie. Benar, cinta memang sering datang dalam perbedaan. Mereka membuktikannya. Tom begitu perhitungan, sedangkan Charlie penuh spontanitas. Kecintaan akan memasak pun sering tidak memandang suasana. Charlie sampai menunda perjalanan bulan madu mereka hanya untuk mencari tahu cara membuat pasta yang mereka santap dalam sebuah perhentian. Sungguh itu memang Charlie yang telah membuat Tom jatuh cinta.
Saat pertama kali melihat Tom di sekolah memasak Lillian, kupikir dia hanya ingin menghibur diri dengan belajar memasak lagi. Namun, mungkin dia malah mendapatkan lebih dari itu. Tidak hanya teman dan tambahan pengetahuan tentang memasak, Tom juga mendapatkan kembali semangat hidupnya. Di akhir pelajaran memasak, wajah Tom semakin cerah. Mungkinkah karena Chloe, si gadis canggung? Atau Isabelle, wanita tua yang selalu terlihat linglung? Ah, mengapa aku sampai lupa nama Lillian, sang guru? Lillian yang sangat mencintai memasak lebih dari apa pun, Lillian yang mampu menceriakan hati seseorang hanya dengan satu hidangan ….
Yah, mungkin salah satu dari mereka, atau malah semuanya. Entahlah. Mungkin nanti aku akan menanyakan kepadanya. Semoga saja dia ikut lagi di kelas memasak selanjutnya. Hmm, apa yang akan kupelajari nanti ya? Salah, siapa yang akan kutemui di kelas berikutnya ya? Tidak sabar rasanya menanti September ….

16 Juli 2009

Kelas Memasak Lillian
Penulis: Erica Bauermeister
ISBN: 978-979-1227-74-2
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, September 2009

Mencium Kupu-Kupu

Aku ingin mencium kupu-kupu
Mencoba menyesap madu di bibirnya
Maniskah? Atau malah hambar?
Aku ingin tahu

Aku ingin mencium kupu-kupu
Mungkin hanya ciuman kilat
Namun mungkin juga hanya kecupan ringan
Seringan helai sayapnya

Aku ingin mencium kupu-kupu
Merasakan rapuh sentuhannya
Sesaat pun tak mengapa
Memuaskan dahaga ingin tahuku

Aku ingin mencium kupu-kupu
Aku ingin terbang bersamanya
Menikmati hangatnya cakrawala
Meski hanya di ujung senja


20.10
20 Juli 2009

glowing

they’re dancing tonight
around the ballroom full of guests
they’re dancing all night
think about nothing less

I see them dancing
with the white wedding gown
beautiful as it is
the dancing, the gown, and the sound

they’re dancing here
one hand upon the other
give the warm atmosphere
no more border

they’re just dancing
make their own music
sing their own lyric
they keep dancing

they’re dancing
they’re glowing
the sparkles are just there
the fun is everywhere

080609